Sabtu, 27 Juli 2013

Fase Kosongkan Si Batita Datang, Siap-siap Berantakan!


Baru aja bersih-bersih rumah, dah berantakan lagi.. Bunda yang punya anak balita di rumah tak kan bisa menghindar dari hal ini. Ini sudah merupakan hobi  si kecil. Balita mengguncang dan menuang apa saja yang bisa dituang. Setelah menuang seluruh isinya, dia pun mulai memasukkannya lagi ke dalam kotak, kemudian menumpahkannya lagi. Meski menjengkelkan fase yang biasaya terjadi saat di usia 12-18 bulan ini penting untuk balita. Fase perkembangan yang disebut oleh para psikolog sebagai “fase kosongkan”  ini merupakan fase penting karena:

•  Anak belajar tentang obyek permanen yaitu tentang ada dan tidak ada sementara.
•  Anak belajar sebab akibat sederhana; kaleng diguncang, ada bunyi di dalamnya.
•  Anak mengembangkan kekuatan otot lengan dan keseimbangan tubuh.


Berikut beberapa hal ini penting yang bisa Bunda lakukan agar rumah tidak berantakan dan Bunda pun terhindar dari rasa kesal:
  • Kunci semua laci dan letakkan kotak perkakas di tempat yang sulit dijangkau anak. Perhatikan juga lemari dapur karena ini juga merupakan wilayah yang disukai anak-anak. Panci, wajan, kukusan, akan dikeluarkan dari dalam lemari, diisi sendok dan garpu kemudian diguncang. 
  • Rapatkan penutup toples makanan. Toples kaca umumnya cukup berat untuk diguncang oleh anak.  Jika merasa frustasi tak sanggup mengguncang toples, anak akan membantingnya. Tentu saja ini berbahaya bila toples pecah. Pindahkan makanan kecil ke dalam toples plastik dan rapatkan penutupnya agar ketika diguncang isinya tidak berhamburan. 
  • Sediakan kotak atau ember kecil serta bola warna-warni. Letakkan bola-bola itu di dalam kotak atau ember dan ajarkan anak mengeluarkan bola dengan cara mengguncangnya.  Bola yang berhamburan keluar dari wadahnya akan membuat anak kegirangan. Kegiatan mengguncang ini akan menguatkan otot lengan dan tangan serta meningkatkan kordinasi bilateral. 
  • Ajarkan memilah dan mengguncang. Pilih bola-bola merah dan masukkan ke dalam salah satu kardus. Sisihkan yang berwarna kuning lalu masukkan ke dalam ember kecil. Minta anak untuk mengguncang kardus bola merah. Setelah bola merah berhamburan, minta anak mengguncang ember berisi bola kuning. Permainan ini mengajarkan anak mengenal warna. Berteriaklah “Horeee,” ketika anak berhasil mengguncang kardus atau ember hingga isinya keluar. 
  • Ajak anak mengembalikan barang ke tempatnya. Setelah mengguncang dan mengosongkan isinya, ajak anak belajar memasukkan kembali isinya. Ini merupakan langkah awal Anda mengajarnya menyimpan kembali mainannya sendiri. 
  • Hitung dan guncang. Manfaatkan kesenangan baru ini untuk mengenalkannya pada bilangan. Saat anak memasukkan bola ke dalam kadus, mulailah menghitung. Setelah selesai, ucapkan jumlah bola yang berada di dalam kardus. “Kocok sepuluh bola!” Kemudian biarkan anakm engguncangnya. Setelah itu ajak dia memasukkan kembali bolanya sambil mengajaknya menghitung. 
  • Manfaatkan  air. Ajak anak bermain guncang, tuang dan isi saat dia mandi. Sediakan botol-botol kecil bekas shampo atau sabun cair, minta anak mengisinya dengan air, kemudian mengguncang dan mengosongkan isinya. Anak akan belajar membedakan bunyi benda-benda yang diguncang. Acara mandi pun akan lebih menyenangkan. 
  • Berikan rambu. Misalnya, pastikan semua barang atau mainan yang dia keluarkan harus dikembalikan lagi ke tempatnya. Umumnya anak di usia ini seringkali malas membereskan dan cenderung meninggalkan “hasil karya”nya dan beralih mencari “korban” berikutnya untuk diguncang dan dituang. Ketegasan Anda dibutuhkan di sini. Lagipula ada baiknya jika anak sudah diajar disiplin sejak dini.
:) Sudah siap menghadapi rumah berantakan kan Bun?



Sumber:  http://www.ayahbunda.co.id

Selasa, 23 Juli 2013

Membangun Karakter Anak


Berani, jujur, amanah, dan sebutlah semua karakter baik yang ada pada seorang pemimpin sejati. Karena karakter-karakter baik ini tidak otomatis hadir pada diri anak, tantangan kita sebagai orangtua adalah bagaimana memunculkannya.

Berikut contoh-contoh praktis dan tak terpikirkan dari Anies Baswedan, tokoh perintis Gerakan Indonesia Mengajar.

Fokus pada hal-hal positif
Di rumah, apresiasi pada hal-hal yang baik yang harus selalu diangkat. Ini mudah dikatakan, tapi kenyataannya mindset kita belum seperti itu. Bila melihat masalah, kita cenderung mengangkatnya, dengan harapan agar anak tidak melakukannya. Lebih baik lihat sisi positifnya, walaupun kecil, dan komentari, apresiasilah. Misalnya, seorang anak SD yang sedang menjalankan puasa, dan pulang ke rumah pada siang hari dengan keadaan yang lelah. Dia mengatakan pada ibunya ingin buka puasa karena tidak kuat. Pilihan pertama: ibu menyemangati untuk ditahan dulu sampai magrib, masa tidak bisa. Pilihan kedua; ibu melihat bahwa si anak sudah berlaku jujur. Alih-alih diam-diam minum, dia ‘lapor’ dulu pada ibunya bahwa dia ingin minum. Karena itu apresiasi kejujuran anak. “Ibu senang sekali karena kamu jujur. Sekarang boleh minum, ini adalah sahur kedua, jadi setelah ini kamu bisa melanjutkan puasamu”. Ini adalah ekspresi menghargai karakter anak yang jujur, hal-hal kecil tapi penting. Kemudian, alih-alih mengatakan bahwa anak ‘batal’ puasa, katakanlah ‘sahur kedua’. kata-kata batal mengandung makna negatif, berarti gagal.
Kemudian Ibu akan menceritakan hal ini kepada Ayah, dan sepulang kantor Ayah juga berkomentar dan mengapresiasi kejujuran anak. Anak akan merekam bahwa jujur adalah value yang sangat dijunjung oleh orangtuanya.

Ceritakan keteladanan.
Tidak perlu dari buku, tokoh-tokoh biografi tertentu. Ceritakanlah secara casual, sosok, orang yang kita temui, yang dekat dengan keluarga, ataupun yang dilihat sama-sama di TV. Cerita singkat tentang kebaikan, kesuksesan, dan cerita positif lainnya pada orang-orang yang dekat dengan lingkungan kita, akan membuat penyampaiannya lebih personal. Tidak perlu dibumbui pesan apapun, karena secara tidak sadar, anak akan mengambil inspirasi dengan sendirinya.

Ciptakan pengalaman-pengalaman yang bisa mem-booster rasa percaya diri.
Ini berkaitan dengan membebaskan anak untuk melakukan apapun, dan memberi kepercayaan. Biasanya pengalaman ini muncul saat anak tidak didampingi oleh orangtuanya, jadi dukunglah untuk setiap kegiatan keluar rumah, menginap di rumah saudaranya, dan sebagainya. Jangan ragu untuk sesekali atau seringkali mengajak anak -yang sudah mandiri- ke tempat aktivitas orangtua, misalnya ke kantor. (Pak Anies juga sangat mendukung upaya mewujudkan kantor yang mother friendly, sehingga apabila ibunya harus bekerja, anak yang masih kecil juga bisa diajak ke kantor).

Mekanisme rekayasa interaksi.
Misalnya berkaitan dengan cara kita mendesain rumah. Segala kemudahan yang diberikan kepada anak, seperti kamar mandi di dalam kamar anak, membuatnya tidak berinteraksi. Ciptakan flow interaksi yang maksimal, antar adik kakak maupun dengan orangtua.

Partnership=Supportive.
Faktanya, level of absense suami lebih tinggi daripada level of presence-nya terhadap anak. Penting sekali istri tidak menceritakan dan mengeluhkan kesibukan suami (absennya suami) sebagai beban.  Tingkatkan engagement suami/istri terhadap perkembangan, apa yang terjadi pada anak di rumah. Ibu selalu memberikan update terhadap apa yang terjadi pada anak sehingga engagement terhadap anak tinggi. Sepulang dari kantor, ayah bisa berkomentar dan memberikan pujian terhadap apa yang dilakukan anak pada hari itu.

Pak Anies juga memberi quote yang menarik, bahwa orangtua adalah pendidik terpenting, tapi sekaligus yang paling tidak tersiapkan. Parents is the most important educator, but the least prepared. Karena itu pendidikan karakter justru sangat penting ditujukan bagi orangtua, karena orangtua adalah sumber inspirasi utama anak. Anak akan mencontoh orangtuanya.




Sumber:  http://mommiesdaily.com

Ketika Mama Belajar Motret


Potret-memotret alias fotografi sedang menjangkiti banyak orang. Mulai dari anak-anak sampai ibu rumah tangga. Kehadiran handphone berkamera membuat banyak orang ingin menyalurkan kreativitasnya dalam dunia fotografi ini.

Ibu rumah tangga punya hobi fotografi? Ga salah tuh? :)

Jangan takut Mama, fotografi ada manfaatnya lho.. Manfaat yang paling dasar adalah fotografi bisa menjadi sarana refreshing yang akan menyegarkan kembali pikiran kita. Di saat beristirahat dari pekerjaan rumah tangga, kita bisa googling dan menikmati keindahan pegunungan Alpen dengan puncak-puncaknya yang bersalju. Atau, menikmati foto bunga-bunga tulip yang cantik-cantik dengan berbagai warnanya, yang dipamerkan di taman bunga tulip Keukenhof, di negeri Belanda.

Bagi ibu rumah tangga yang juga hobi memasak atau membuat kue, biasanya terpesona oleh tampilan foto masakan yang ditemukan di buku-buku resep atau internet. Hal ini jadi menimbulkan keingintahuan tentang cara menampilkan kue atau masakan buatan sendiri dalam sebuah foto yang menarik. Nah, pengetahuan dan keterampilan memotret akan sangat membantu kita membuat foto masakan yang bagus. Bila diunggah ke blog atau media sosial kita, di samping memberikan kepuasan tersendiri bagi kita, foto-foto tersebut tentu dapat menarik minat dan menggugah selera orang yang melihatnya.

Aktivitas memotret juga umumnya paling sering dilakukan saat kita berlibur bersama keluarga. Keterampilan memotret yang kita miliki akan membantu kita mengabadikan momen spesial keluarga tersebut. Jika foto-foto yang kita buat menarik dan enak dilihat, bisa jadi kita akan sering melihatnya kembali. Bayangkan bila itu dilakukan bersama anak-anak dan suami, kebersamaan dan hubungan antaranggota keluarga menjadi semakin erat. Coba, deh, selain dikoleksi dalam album foto, pajang beberapa foto berlibur hasil jepretan sendiri, rasanya akan memberi kepuasan tersendiri bagi kita dan keluarga.

Bagaimana, sekarang percaya, kan, kalau fotografi adalah salah satu aktivitas yang dapat menunjang peran kita sebagai ibu rumah tangga dan menjadi refreshing yang menyenangkan?

Berikut ini ada beberapa tips buat Mama yang senang memotret:
  • Yang paling dasar adalah rumus 1/3. Di saat memotret, kebanyakan orang meletakkan objek utamanya persis di tengah gambar. Ini sangat lumrah dilakukan, tetapi hanya akan menghasilkan foto yang tampak biasa-biasa saja. Nah, rumus 1/3 ini mengajarkan kita untuk meletakkan objek utama tidak persis di tengah gambar melainkan di posisi kira-kira 1/3 dari tepi gambar, secara vertikal atau horizontal. Hasilnya, gambar terlihat lebih dinamis sehingga lebih menarik untuk dilihat. Bukan hanya untuk objek utamanya, tetapi juga hal-hal lain, misalnya garis horizon, bila diletakkan di posisi 1/3 akan membuat foto tampak menarik. Rumus 1/3 ini bukanlah ‘hak eklusif’ fotografi, tetapi merupakan rumus umum yang banyak     dipakai di dalam melukis, tayangan TV ataupun film. Kalau kita perhatikan, objek utama atau close up sang pemeran utama seringnya tidak berada di tengah-tengah gambar tetapi ditempatkan agak ke pinggir kiri atau kanan, di posisi kira-kira 1/3 dari tepi gambar. 
  • Yang juga mudah untuk dipraktikkan adalah tips yang dikenal dengan framing. Maksudnya adalah menambahkan unsur frame atau bingkai di dalam foto kita. Teknik framing ini akan memberi dua efek ke dalam foto. Pertama, efek ‘kedalaman ruang’ sehingga foto kita seolah memiliki 3 dimensi. Sedangkan efek kedua, menggiring perhatian pemirsa kepada objek utama. Kedua hal ini akan membuat foto menjadi semakin menarik untuk dinikmati. Teknik framing ini bukanlah menaruh foto kita di dalam sebuah pigura, tetapi menggunakan apa saja yang ada di sekitar objek utama, misalnya dedaunan, jendela atau terowongan, untuk dijadikan frame bagi objek utama.
  •  Teknik lain yang perlu diperhatikan dalam memotret adalah sudut pengambilan gambar. Pada umumnya orang memotret dengan posisi berdiri, sama persis dengan posisi di saat dia memandang atau melihat sesuatu. Dengan begitu foto yang dihasilkan juga akan tampak biasa-biasa saja. Untuk membuat foto yang lebih dari biasa-biasa saja, kita harus memperhatikan angle atau view (sudut pengambilan foto). Ada beberapa sudut pengambilan. Memotret sesuatu dari posisi bawah menuju atas akan menghasilkan foto dengan low angle view (atau frog view). Sebaliknya, memotret sekumpulan bunga dari atas ke arah bawah secara vertikal akan menghasilkan bird view. Memilih sudut-sudut yang tidak biasa ini akan menambahkan nilai estetika pada foto-foto sehingga terlihat beda dan menarik.
Nah, bila masih ada waktu senggang di sela-sela kesibukan di rumah, silakan belajar untuk memakai berbagai software olah foto yang tersedia gratis di internet. Software-software ini dapat kita pakai untuk “memoles” foto-foto sehingga menjadi lebih menarik, misalnya untuk mempertajam tampilan objek utama, memberi warna yang lebih dalam (saturated), atau menghadirkan kesan khusus pada foto, misalnya kesan foto kuno atau jadul

Selamat memotret Mama!... :)




Sumber: http://www.ummi-online.com, http://photography.v7n.com

Senin, 22 Juli 2013

Amankah Obat Herbal Untuk Anak?



Jika si kecil panas atau batuk, pastinya Bunda kasih obat kan ya?.. Apakah obat yang Bunda kasih aman untuk si kecil? Obat buatan pabrik yang sudah teruji secara klinis atau malah obat herbal yang dikenal secara turun-temurun berdasarkan pengalaman tetua kita?

Lantas amankah jika Mama memberikan obat herbal saat si kecil sakit?

Menurut Dra. Katrin Basyah, MS, dosen Departemen Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Depok, meski bersifat alami, tetap saja ada hal-hal yang perlu diperhatikan saat memberi obat herbal pada anak.

“Karena tak memiliki dosis dan aturan pakai yang jelas seperti halnya obat pabrik, sebaiknya obat alami digunakan sebagaimana nenek moyang kita dulu menggunakannya. Misalnya, kalau resep menyebutkan menggunakan bawang merah satu siung, ya gunakan satu siung. Jangan melebihkannya,” kata Katrin.

Atau, andalkan intuisi Anda dalam hal ini! Misalnya, untuk bayi, Anda cukup gunakan satu siung bawang merah untuk dibalurkan ke tubuhnya. Sedangkan untuk anak lebih besar, tambahkan menjadi dua siung. Begitu pun untuk obat yang diminum. Untuk ramuan yang menggunakan kunyit atau jahe, misalnya, cukup gunakan ½ atau 1 ruas jari.

Tak hanya soal dosis dan aturan pakai, faktor keamanan obat tradisional ini juga bergantung pada cara Anda mengolahnya. “Yang paling penting adalah perhatikan soal kebersihan saat meramu obat tradisional,” tutur Katrin. Misalnya, sebaiknya tanaman atau umbi dicuci dulu dengan air matang hingga bersih. Begitu juga dengan peralatan yang akan digunakan, seperti panci atau kain saringan. Apa tujuannya? Untuk menghindari kotoran apapun, yang bisa mengontaminasi obat yang dibuat.


Jadi, boleh-boleh saja menggunakan obat herbal untuk anak, asal Anda menggunakannya dengan bijak. Contohnya yang dilakukan beberapa mama berikut ini.

"Kafka (kini 3), baru dua bulan ketika suhu tubuhnya sedikit di atas normal. Nah, salah seorang kakak menyarankan agar sebaiknya saya membalur punggung dan perut Kafka dengan potongan bawang merah yang dicampur minyak telon. Benar saja, 24 jam kemudian, suhu tubuh Kafka kembali normal, " kata Rina, mama yang berdomisili di Kelapa Gading, Jakarta.

Selain Rina, Shinta Swasti, mama satu putri yang tinggal di Bintaro, juga mengandalkan bawang merah setiap kali Meesha (2) panas. “Bawang merah diparut dengan temu kunci, lalu dicampur minyak kayu putih. Saya oleskan ke sekujur tubuhnya, mulai perut, dada, punggung, sampai ubun-ubun.”   

Nah.., selamat mencoba obat herbalnya ya Ma... :)




Sumber:   http://www.parenting.co.id, http://www.deherba.com

Jumat, 19 Juli 2013

Jalan Pake Tangan dan Lutut, Siapa Takut!?



Berjalan dengan kedua tangan dan lututnya adalah aktfitas si 6-10 bulan. Walaupun tak wajib, kegiatan ini bermanfaat sekali untuk pertumbuhan bayi.

Apa saja ya Bunda manfaatnya?
  • Menguatkan leher, tangan, sendi dan otot.
  • Menguatkan otot besar dan kecil, mengahaluskan kemampuan motorik kasar dan halus.
  • Menunjang koordinasi mata dengan tangan, kekuatan, tegangan otot, keseimbangan, keterampilan jari.
  • Melatih kedua belahan otak. Gerakan menyilang saat merangkak merangsang memperkuat dan mengintegrasikan kedua belahan otak atau area-area yang berbeda pada otak. Sekaligus membantu mengoordinasi penggunaan kedua belah mata, telinga, tangan dan kaki secara simultan.
  • Meningkatkan produksi myelin di otak. Gerakan menyilang saat merangkak memungkinkan kedua belahan otak berbagi, menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi inderawi penting dengan lebih cepat. Merangkak meningkatkan produksi myelin, zat yang melapisi sel saraf, yang membantu otak mengirim dan menerima pesan lebih cepat da jelas. Merangkak akan merangsang pula bagian otak ‘reseptif dan ‘ekspresif.’
  • Mengembangkan sambungan jaringan syaraf. Gerakan berulang-ulang saat merangkak merangsang, mengorganisir dan mengembangkan sambungan jaringan saraf otak sehingga, otak lebih efisien dalam mengontrol proses kognitif seperti pemahaman, konsentrasi dan ingatan.
  • Membantu perkembangan dan pemahan bahasa, sebab bayi dirangsang menggunakan kedua telinga secara simultan dan mengembangkan pendengaran kedua telinga.
  • Merangsang kepekaan taktil (sentuhan), kepekaan visual dan kepekaan terhadap jarak jauh-dekat.
Merangkak juga butuh ketangguhan dan keberanian karena banyak bayi takut merangkak gara-gara saat belajar tidak dibantu, akibatnya sering terjatuh.

Beberapa bayi melewatkan fase merangkak ini. Biasanya, disebabkan kurangnya stimulasi atau kesempatan pada bayi untuk merangkak lantaran terlalu sering digendong misalnya.

Lalu gimana caranya supaya bayi tidak melewatkan tahapan merangkaknya?

1. Lebih sering menengkurapkan bayi di lantai beralas matras. Biarkan bayi mengangkat tubuhnya sendiri dengan kedua tangan dan kakinya. Biasanya ia akan berusaha menggerakkan kedua kaki dan tangannya untuk melangkah.

2. Jangan terlalu sering menggendong bayi, meletakkannya di stroller, atau di sepeda roda tiga. Berikan waktu lebih banyak untuk bayi berada di atas lantai beralas matras.

3. Letakkan benda atau mainan yang menarik perhatian si kecil di hadapannya. Cara ini akan merangsang bayi untuk bergerak. Rangsang bayi untuk merangkak, bukan merayap atau mengesot.

4. Contohkan cara merangkak. Ikutlah merangkak bersama si kecil.



Sumber:  http://female.kompas.com, http://olvista.com, http://www.ayahbunda.co.id

Selasa, 16 Juli 2013

Si Pemilih Makanan



Gimana kabar balita Mama hari ini? Sudah makankah ia? Lancar-lancar aja, atau bikin drama dulu Ma?.. Wah, kalo ampe bikin drama dulu, pusing juga pastinya ya Bun?

Banyak ibu yang punya balita susah makan atau picky eater . Apa ya penyebabya? Boleh jadi kita yang memberi makan yag salah. Kok bisa?

Dr Aryono Hendarto, Divisi Nutrisi & Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI mengatakan, " Dalam istilah medis, kesulitan makan adalah perilaku ketidakmampuan bayi/anak mengonsumsi makanan menggunakan mulut secara sukarela."
 
Tipe si picky eater beda-beda. Ada yang makan terlalu sedikit, hanya mau makan jenis makanan tertentu, tidak mau mencoba makanan baru, sedikit mengonsumsi buah dan sayur, marah saat waktu makan tiba, menghabiskan makan/minum dalam waktu lama, terlalu menyukai makanan tertentu, memilih minum ketimbang makan.
 
Survey HarrisInteractive, Amerika Serikat menunjukkan, 43% ibu di Indonesia mengeluh anaknya picky eater. Dari responden tadi, 40% terjadi pada anak usia 1-10 tahun. Padahal, pada masa itu buah hati memerlukan nutrisi cukup untuk menunjang pertumbuhannya. ”Anak usia 5 tahun yang tergolong picky eater ditemukan lebih pendek, berat badan kurang, sembelit. Penyebabnya, mereka mengonsumsi lebih sedikit nutrisi dan mikronutrien” kata Aryo.

Kalau sudah begini, ibu mana yang tak khawatir?

Menurut Aryo, ada tiga hal yang mempengaruhi pemberian makan (feeding), yaitu interaksi, kultur dan temperamen. Ternyata, makan itu tak sekadar melengkapi nutrisi. Saat proses feeding, terjadi interaksi, seperti menatap matanya, mengajaknya berkomunikasi, bermain dan proses menyenangkan lainnya. Interaksi yang aman, nyaman akan membuat proses makan menjadi mudah. Proses ini juga membuat anak belajar dan meniru kebiasaan feeder.

Fenomena saat ini, si pemberi makan—orangtua—cenderung memberikan pendekatan yang salah. Contohnya, memaksa, mudah marah, tidak sabar. Alhasil, si anak melakukan aksi gerakan tutup mulut. “Makan itu bukan naluri tapi proses belajar. Sama seperti ketika ia belajar berjalan,” katanya.
Padahal saat anak menolak makan, bisa jadi dia sedang sariawan. Beberapa faktor anak tergolong picky eater di antaranya, penyakit organik, salah persepsi, trauma, cholic (gangguan usus). Atau, ditelantarkan. Maksudnya, ia sudah lapar tapi Anda malah asyik nonton TV.

Cermati kebiasaan batita usia 1-3 tahun. Nafsu makannya cenderung menurun karena ia sedang mengalami masa transisi dengan pola makan orang dewasa. “Jadi, bantulah ia dengan membangun rasa makanan yang sehat. Bukan malah dicekoki,” katanya. Sebenarnya, lanjut Aryo, muaranya ada pada cara orangtua memberi makan.

Tjhin Wiguna, psikiater anak dari FKUI/RSCM membenarkan, proses pemberian makan yang baik berdampak pada kesehatan fisik, psikologi dan emosi anak. “Kalau picky eater dibiarkan, kelak ia cenderung sulit berinteraksi dan pilih teman,” ujar Tjhin.

Apa yag harus dilakukan pada si picky eater?

Ketika anak tergolong picky eater dan Anda sudah kehabisan cara merayunya, segera konsultasi ke dokter. Kenali tanda-tandanya, seperti berat badan turun atau tidak pernah naik,  pertumbuhannya lebih lambat dari anak normal, selalu terlihat lelah, mudah sakit dan terinfeksi.

Selanjutnya, sambung Aryo, dokter mengarahkan pembentukan perilaku si kecil dan memberi suplemen. Tak kalah penting, mengedukasi orangtuanya. Yaitu, sambung Aryo, mengajarkan bahwa proses makan bukan berupa pemaksaan. Orangtua juga harus mengerti tentang cara mengatur ekspektasi pertumbuhan dan nutrisi. Mereka juga dituntut memahami prinsip feeding. Bisa, kan, Bunda?

Menerapkan aturan makan

1. Hindari tawar menawar agar anak mau makan. Misal, sambil nonton, diberi boneka. Ingat, makan itu harus dalam lingkungan tenang.

2. Bersikap netral. Hindari pujian, kritik, rangsangan berlebihan, apalagi pemaksaan.

3. Beri makan pada selang waktu tertentu dan hindari ngemil untuk mendorong nafsu makan. Makan 3-4 jam terpisah dan tak ada pemberian makanan di antaranya.

4. Berikan makanan sesuai usia.

5. Batasi durasi makan. Pemberian makanan seharusnya 20-30 menit, dan disiplin. Lebih dari 30 menit berarti ia mengemut. Lebih baik, tunggu dia kembali lapar lalu kita beri makan.

6. Perkenalkan satu makanan baru dalam satu waktu. Ekspos anak dengan makanan baru tadi hingga 15 kali sebelum ia memastikan tidak menyukainya.

7. Mendorongnya makan mandiri. Selain melatih motorik, ini cara terbaik mencegah masalah feeding pada anak. Sediakan makanan sehat dan beragam.

8. Bertoleransi dengan situasi yang berantakan saat makan sesuai usianya. Biasakan makan di meja makan bersama seluruh anggota keluarga.


Mudah-mudahan si kecil jadi doyan makan ya Bunda...  :)   



Sumber: http://www.ummi-online.com, http://www.sheknows.com

Senin, 15 Juli 2013

Baby Walker, Perlukah?



Hampir semua ibu-ibu kenal ya dengan benda  yang satu ini. Biasanya ia dipake untuk mempermudah si kecil belajar jalan atau biar anteng saat mama harus mengerjakan pekerjaan lain seperti memasak misalnya. Kan ga perlu direpotin jika si kecil merangkak kesana-kemari.

Betulkah? Amankah memakai baby walker ini?

Dr. Karel A.L. Staa, MD, spesialis anak dari RS Pondok Indah Jakarta mengatakan setidaknya ada dua hal yang perlu disorot dalam memutuskan apakah akan menggunakan baby walker atau tidak. Pertama soal keamanan, dan kedua soal perkembangan motorik anak.

American Academy of Pediatric (APP) mengungkapkan bahwa pengunaan baby walker bisa mendatangkan kecelakaan atau cedera pada bayi. Di tahun 1999 di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 8.800 bayi usia 15 bulan masuk rumah sakit karena menggunakan baby walker. Dan dalam rentang tahun 1973-1998 tercatat 34 bayi meninggal karena alat ini. Tak terelakkan, fakta ini membuat baby walker menuai pro dan kontra selama berbilang tahun. 


Memang ada banyak anak memakai baby walker dan aman-aman saja. Sebaiknbya jangan buru-buru mengambil kesimpulan sebelum mendengar pendapat ahli.  Karel  mengatakan kata “aman-aman saja” tidak bisa dijadikan patokan bahwa baby walker benar-benar aman untuk anak. “Ibarat berjalan di lantai yang licin. Ada anak yang terjatuh ada yang selamat. Toh, kita tidak bisa mengatakan lantai licin itu tidak berbahaya bagi anak. Begitu juga dengan penggunaan baby walker,” kata Karel.

Salah satu penyebab kecelakaan ketika menggunakan baby walker adalah anak dapat bergerak leluasa, sehingga bisa menggelinding di tangga, terjepit daun pintu, atau menjangkau benda-benda berbahaya bagi anak (seperti gunting, pisau, gelas berisi air panas). Ada juga orang tua yang berpendapat bahwa boleh saja menggunakan baby walker selama anak diawasi. Kenyataannya penelitian menunjukkan mayoritas kecelakaan akibat baby walker terjadi disaat anak dalam pengawasan orang tua maupun pengasuh. Ini karena baby walker memungkinkan anak bergerak cukup cepat, rata-rata 1-3 meter perdetik. Anak terlanjur bergerak ke arah yang membahayakannya sebelum pengawas sempat menghentikannya.

Jika menggunakan baby walker dengan harapan mempemudah atau mempercepat anak untuk bisa berjalan, kenyataannya tidak demikian. Karel mengatakan baby walker berpotensi mengganggu perkembangan motorik kaki anak. Sebab, untuk bergerak anak hanya perlu menggunakan sebagian serabut motorik otot kaki. Misal dengan menggerakkan ujung jari dan mengandalkan otot-otot betis, dalam posisi duduk sekalipun, anak bisa berpindah tempat. 

Sementara untuk bisa berjalan dengan benar dan lancar, anak perlu melatih otot paha dan pinggul. Dan ini sering tidak terpenuhi bila anak dibiasakan bermain dengan baby walker. Akibatnya otot tungkai tidak terlatih untuk menyangga tubuh anak saat berjalan. Anak jadi sering jatuh. Hal ini bisa menimbulkan trauma yang membuat anak takut melangkah, dan akhirnya membuat dia lambat pandai berjalan. Ditambah lagi ada efek psikologis yang membuat anak malas berjalan mandiri karena baby walker membuatnya terbiasa bergerak ke sana kemari tanpa susah payah menjejakan kaki di lantai.

Baby walker juga dicurigai sebagai salah satu penyebab kelainan kaki pada anak. Pasalnya duduk mengangkang di dalam baby walker bisa menyebabkan kelainan tulang paha. Para ahli menduga banyaknya anak berjalan seperti bebek atau mengangkang karena pengaruh baby walker.

“Bila ingin melatih motorik kaki, lebih baik anak dilepas di lantai dan belajar berjalan secara alami dengan kaki terlanjang,” kata Karel. Cara ini bisa melatih seluruh serabut motorik otot, mulai dari otot betis, paha, sampai pinggul, juga membantu merangsang koordinasi jemari kaki,  sehingga memembuat anak bisa berjalan dengan lebih baik. Jika anak mengalami jatuh bangun, itu hal biasa yang justru memberi pengalaman pada anak untuk tidak mudah menyerah. 

Tentunya belajar berjalan secara alami ini membutuhkan bantuan dan pengawasan orang tua. Ada beberapa persiapan sederhana yang perlu dilakukan, seperti memastikan lantai dalam keadaan bersih dan tidak licin.

Selamat melatih si kecil berjalan ya Mama... :)



Sumber:  http://www.parentsindonesia.com, http://www.newbornbabyzone.com

 



Minggu, 14 Juli 2013

Tips Membentuk Anak Tangguh



Anak-anak zaman sekarang, boleh dibilang cenderung manja. Betul ga Bunda? Buktinya, pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka yang bersifat rutin sudah ada yang memikirkan, apakah orang tuanya ataukah pengasuh jika kedua orang tuanya bekerja. Sehingga anak-anak ini terbentuk menjadi anak-anak yang sibuk berpikir dan mencari apa yang bisa membuat dirinya tidak bosan, tetapi mereka sendiri kurang memahami kebutuhan dasar yang seharusnya mereka penuhi terlebih dahulu.

Contohnya aja banyak anak dan remaja terlalu asyik main game sehingga lupa mandi dan makan. Anak TK dan SD sibuk memikirkan mainan apa yang akan dibawa ke mobil agar tidak bosan di perjalanan menuju sekolah, tetapi isi tas mereka mengenai apa yang seharusnya mereka bawa ke sekolah, sudah ada yang mengatur dan menyusunkan. Jika ada yang tertinggal saat mereka di sekolah, adalah suatu pemandangan yang wajar tetapi sebenarnya menyedihkan karena anak-anak ini akan menyalahkan orang tua atau pengasuh yang salah dalam memasukkan barang kebutuhan mereka ke dalam tasnya. Anak-anak tinggal menelepon ke rumah, bahkan ada yang sambil memarahi atau merengek-rengek, dan meluncurlah bapak, ibu, pembantu atau sopir mengantarkan kebutuhan mereka ke sekolah. Jika ditanyakan kepada orang tua mengapa semudah itu anak mendapatkan bantuan, orang tua akan beralasan bahwa itu dilakukan agar anak-anak dapat lebih konsentrasi belajar karena jaman sekarang materi pelajaran di sekolah semakin berat dan pekerjaan rumah semakin banyak. Padahal yang terjadi adalah semakin banyak bantuan yang diberikan, kebutuhan seseorang untuk melakukan sendiri pun semakin menurun, ia akan lebih banyak mengandalkan orang lain. 

Anak-anak dan remaja dengan banyaknya bantuan dan permakluman seperti ini lebih banyak yang tumbuh sebagai seorang yang kurang percaya diri, mudah mengeluh, mudah mencari bantuan, motivasi berusaha kurang, tidak siap gagal dan pada akhirnya menjadi seorang yang egois karena ingin orang lain memaklumi kekurangan dirinya. 

Lantas apa yang harus dilakukan supaya anak-nak kita menjadi pribadi yang lebih tangguh dan mandiri?


1) Mulailah dari diri Anda !

2) Janganlah bersikap kasar

3) Tanamkanlah rasa percaya diri

4) Jangan jadikan dia pengekormu

5) Jagalah terus kemandiriannya

6) Jangan berlebihan melindunginya (over protective)

7) Tumbuhkanlah jati dirinya.

8) Ajarkanlah ia bahwa hidup hanyalah sementara.

9) Berusahalah terus mengembangkan kecakapan dirinya.

10) Berilah kesempatan padanya untuk membantu Anda.

11) Biarkan dia bermain.

12) Tegakkanlah aturan keluarga di rumah Anda.

13) Jadikan dirinya orang yang memiliki obsesi yang tinggi.

14) Bantulah anak dalam memilih teman.

15) Hindari cemoohan dan hujatan padanya.

16) Bangunlah sasaran dan tujuan hidupnya.

17) Jadikan dia pribadi yang cekatan.

18) Berikanlah limpahan tugas yang tidak mengekang.

19) Tegakkan tanggung jawab dalam dirinya.

20) Alihkan tanggung jawab padanya.

21) Terus meningkatkan prestasi untuk menjadi yang terbaik.

22) Pujian dan sanjungan yang tidak berlebihan.

23) Berikanlah kebebasan memilih.

24) Utuslah anak untuk menyelesaikan urusan Anda.

25) Ajaklah anak Anda dalam pertemuan orang dewasa.


Semangat membentuk anak tangguh ya Bunda, Ayah!... :)



Sumber: http://ramaniyaonline.com

Kamis, 11 Juli 2013

Membiasakan Kerapian Pada Anak



Hayo..! Mama lebih milih yang mana diantara dua gambar ini?..

Gambar yang paling atas bukan?...

Buat Mama yang punya banyak balita di rumah kira-kira bisa ga ya punya rumah serapi dan sebersih itu?.. :)

Jangan dipikirin ah Ma!.. Dilakuin aja yuuk...! Dan jangan lupa minta bantuan si kecil buat ngerapihin rumah supaya kerjaan kita terasa lebih ringan dan si kecil terbiasa untuk rapi. Yah..., minimal mereka bisa ngerapiin mainan sendiri sehabis bermain.

Ini penting lho Ma.. Kenapa? Karena, menurut penelitian di American Economic Review, anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan rumah yang rapi dan teratur akan lebih sukses di sekolah dan pekerjaan, dibandingkan anak  yang dibesarkan dalam lingkungan yang berantakan. “Rutinitas membereskan sesuatu akan meningkatkan kemampuan anak untuk mematuhi tugas atau rencana dengan baik dalam kehidupannya nanti,” tutur Dr. Jeanne Brooks-Gunnn, PhD, guru besar tumbuh kembang anak di Teachers College and the College of Physicians and Surgeons di Columbia University. yang memimpin wawancara.

“Apakah Anda membersihkan sebelum waktu tidur ataupun di siang hari tidaklah menjadi masalah,” ujarnya lagi. “Yang penting adalah perencanaan dan rutinitasnya bagi anak.” Sisi plusnya lagi adalah batita akan jadi bisa melakukannya tanpa harus merengek jika mereka tahu kapan waktunya untuk membereskan.

Selamat baberes ya Ma!... :)



Sumber:  http://parentsindonesia.com, http://family.fimela.com, http://blog74toni.blogspot.com

Rabu, 10 Juli 2013

Aktivitas Yang Bikin Cerdas Sang Buah Hati


Bayi mungilnya sudah mulai besar ya bunda?.. Sudah bisa bawakan minuman buat tamu bunda? heheeeh kayak di iklan susu aja ya..

Otak bayi mengalami perkembangan yang sangat pesat hingga usia dua tahun. Perkembangan selama 2 tahun pertama adalah perkembangan berbahasa serta motorik halus tercepat yang pernah ia alami. Namun, memasuki usia 3-5 tahun, perkembangan itu melambat dan cenderung stabil, tetapi otak bekerja dan membangun koneksi dengan bagian-bagian lainnya.

 Di usia prasekolah, otak anak sedang belajar membangun kemampuan memecahkan masalah dan menggunakan bahasa untuk bernegosiasi. Begitu pun, mereka sedang belajar mengkoordinasikan tubuhnya, seperti cara menendang bola sambil mengukur ketepatan arahnya.

Michele Macias, MD, jurubicara American Academy of Pediatrics (AAP) mengatakan, "Di usia ini, anak-anak seharusnya berada di luar dan mengeksplorasi banyak hal, serta bersiap untuk tugas terpenting mereka selanjutnya, yakni sekolah."

Menurut Macias, stimulan otak terbaik bagi anak adalah waktu pribadi dengan orangtuanya. Meski di usia ini adalah waktu anak untuk belajar mandiri, tetapi keterikatan anak-orangtua masih ada. Ditambahkan lagi, pertukaran bahasa dan ide adalah pendorong perkembangan otak yang paling penting bagi anak ketimbang menyuruh si anak beraktivitas yang lain.

Apa saja ya Bunda, aktivitas yang bisa menggenjot kecerdasan si kecil?

Membaca bersama
Membaca baik untuk memberi waktu berkualitas dengan anak, sekaligus menstimulasi otak anak. Menurut studi, membaca bersama anak bisa membantunya belajar "melek huruf" lebih cepat. Memperkaya kemampuan berbahasa dan diksi, serta memicu diskusi dengan orangtua yang mempercepat pemahaman. Pilihan buku bisa yang bersifat cerita, berhitung, ABC, mencocokkan, dan membagi.

Main pura-pura
Anak pra-sekolah memiliki imajinasi yang besar. Mereka akan sangat suka bermain seakan-akan mereka seorang puteri, pebalet, superhero, dan lainnya. Selain menyenangkan, bermain pura-pura juga bisa mengajak mereka bereksperimen dengan permainan peran. 

Permainan imajinatif juga membangun kemampuannya berbahasa, karena hal ini menyangkut berpikir mengenai kata-kata dan mengulangi apa yang mereka dengar. Jadi, ketika ia mengajak Anda bermain pura-pura, jangan langsung menolaknya.

Belajar berteman
Belajar aturan bermain dengan banyak bermain dengan teman akan mendorong kecerdasan sosialnya. Tambahan lagi, berteman juga membantunya melatih kendali diri, berbagi, dan bernegosiasi. Belajar bersosialisasi membuat anak membangun belajar tentang stereotip anak lain. Misal, kesukaan anak yang lebih tua atau anak yang lebih muda, serta perbedaan tingkah anak laki-laki dari anak perempuan. 

Anak yang tidak belajar bersosialisasi bisa jadi anak yang sangat pandai dan ber-IQ tinggi, tetapi akan sulit sukses dalam hal kesehatan, tugas sekolah, bahkan pekerjaan.

Games dan puzzle
Permainan tradisional zaman dulu, seperti Petak Umpet, Petak Jongkok, dan lainnya membantu anak belajar kemampuan sosial anak. Anak akan belajar mengambil giliran, serta belajar menerima frustasi karena tidak menang. Mengingat aturan juga melatih otot memori. Permaianan fisik membantu mengasah koordinasi motorik anak.

Sementara permainan semacam puzzle memberinya latihan mencari cara lewat permainan nonverbal dan kemampuan bervisual. Stimulasi ini akan melatih otaknya.

Belajar bahasa asing
Riset menunjukkan, anak usia ini bisa belajar berbahasa lebih cepat ketimbang saat mereka sudah mencapai usia dewasa. Belajar bahasa asing juga memberinya stimulasi pada area otak yang bertanggung jawab untuk menyimpan, memperkirakan, dan mengucapkan kata-kata.

Bahasa kedua juga membantu mengembangkan kemampuan verbal dan spasial, serta diksi dan kemampuan membaca. Ditambah lagi, ia akan belajar mengenai perbedaan kultural.

Kelas khusus usianya
Kelas olahraga untuk anak seusianya bisa membantu membentuk struktur, menciptakan setting sosial, dan membangun kemampuan motorik serta keseimbangan. Serupa dengan itu, musik dan kursus kesenian bisa mendorong kecerdasan artistik atau musikal. Namun, tak ada bukti yang mengatakan bahwa kelas-kelas semacam ini bisa menciptakan anak jenius. 

Ikut bermain
Ingatlah akan nilai keuntungan dari bermain bebas. Terlibatlah dalam waktu bermain mereka, tetapi jangan memaksakan kendali Anda, karena justru bisa menghilangkan keuntungannya, khususnya dalam membangun kreativitas, kepemimpinan, dan berkelompok.

Macias juga mengingatkan pentingnya untuk tidak memaksakan si kecil belajar terlalu banyak atau ikut dalam aktivitas atau kelas terlalu banyak, karena bisa membuatnya kelelahan atau frustasi. Apa pun kelas yang Anda pilih, pastikan si kecil menyukainya dan tidak merasa tertekan. Biarkan si kecil menikmati masa kecilnya.



Sumber:  http://female.kompas.com
              

Selasa, 09 Juli 2013

Ciri Preschool Berkualitas



Si kecil sudah berusia 2 tahun Bunda? Sudah mulai memikirkan sekolah yang bagus buat dia dong ya? Kira-kira prasekolah atau PAUD yang bagus untuknya yang seperti apa ya?...

Menurut the National Association for the Education of Young Children (NAEYC) prasekolah yang bagus itu:

1. Tempat untuk anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain, mengerjakan material pembelajaran dan bersosialisasi dengan anak lainnya.

2. Anak melakukan berbagai macam aktivitas setiap harinya.

3. Guru mengajar anak secara individu, dalam kelompok kecil dan seluruh grup dalam waktu yang berbeda pada hari yang sama.

4. Kelas anak penuh dekorasi hasil karya anak.

5. Anak-anak belajar konsep angka dan alfabet dalam konteks pengalaman sehari-hari.

6. Anak mengerjakan proyek untuk bermain dan melakukan eksplorasi (dalam waktu minimal satu jam) dengan lembar kerja seminimal mungkin.

7. Anak-anak berkesempatan bermain di luar ruangan setiap hari.

8. Guru membacakan buku untuk anak, baik secara individual maupun dalam kelompok kecil.

9. Guru memahami bahwa setiap anak itu berbeda dan tidak bisa mempelajari hal yang sama pada waktu yang sama dan dengan cara yang sama.

10. Jika ketika trial anak merasa aman dan nyaman, tidak pernah mengeluh, menangis di sekolah tersebut, berarti sekolah tersebut ok buat dia.



Sumber: http://www.parenting.co.id
               http://educationarticle.net/
              

Minggu, 07 Juli 2013

Menjadi Asertif, Kenapa Nggak?


Mama, Ummi, dan Bunda, pastinya sering merasa ga enakan bukan jika harus mengatakan tidak pada sesuatu. Nah, sebenarnya gimana sih cara yang mantap untuk mengatasi hal ini?..

Kemampuan mengungkapkan pendapat berkaitan dengan sikap asertif. Sikap ini dikatakan Rena Latifa, M.Psi, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, sebagai kemampuan mengutarakan pikiran dan pendapat, baik positif maupun negatif, tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri.

Sikap asertif, kata Rena, ada di antara sikap pasif dan agresif. Sikap pasif itu serba enggak enakan dan cari aman. Sementara sikap agresif dideskripsikan sebagai keberanian mengungkapkan pendapat, tapi tanpa memikirkan kepentingan orang lain, yang penting dirinya puas.

Ketidakmampuan seseorang dalam mengutarakan pendapatnya berpotensi menjadi bom waktu yang bisa “meledak” karena lama memendam sakit hati dan selalu berada dalam tekanan. “Bila seseorang merasa terintimidasi, terancam, tersakiti, tidak aman, dan tidak puas hidupnya karena orang lain, secara psikologis mentalnya menjadi tidak sehat. Selain itu, mental tidak sehat juga bisa mengarah ke penyakit fisik, seperti vertigo, jantung berdebar dan lainnya,” papar Rena yang menyelesaikan Magister Profesi Psikologi Klinis Dewasa di Universitas Indonesia ini.

Walau asertif adalah sikap positif dan ideal dalam menjalani hidup, tak setiap orang bisa melakukannya. Ibu satu anak ini mengungkapkan bahwa semua bisa berawal dari pola asuh dalam keluarga. “Apabila sejak kecil seseorang mendapatkan pola asuh dari orangtua yang dominan, otoriter, gemar memotong dan mematahkan kalimat anak, maka ia berpotensi tumbuh menjadi seseorang yang penakut,” bebernya. Kecenderungan ini semakin kuat manakala ia berada dalam lingkungan atau budaya yang membuatnya tidak bisa mengekspresikan pendapat.

Mengasah sikap asertif

Kenali terlebih dahulu apakah seseorang nyaman dengan kondisi tidak asertif.  Ada sebagian orang yang nyaman dengan kepasifannya, sebab ia merasa butuh figur yang lebih dominan untuk mengarahkan hidupnya. Namun bila seseorang merasa tersiksa dengan kepasifannya, artinya ia mesti menemukan solusi untuk mengomunikasikan pikirannya.

Sebelum bisa berkomunikasi dengan baik, emosi perlu dikelola agar stabil. Dalam berbagai situasi, jangan terburu-buru fokus pada emosi negatif. Saat orang lain  mengutarakan pendapat yang menyinggung perasaan, jangan langsung merasa terhina atau marah, pastikan dulu maksudnya sebenarnya apa. Setelah emosi stabil, barulah kita bisa fokus pada isi pesan yang bisa dipahami orang.

Figur dominan, seperti suami, kadang membuat seseorang takut mengutarakan pendapat. Cobalah dulu berlatih komunikasi dengan figur setara, seperti sahabat, baru kemudian beranikan bicara pada figur dominan. “Patuh dengan pasif itu berbeda. Seorang perempuan bisa tetap mematuhi suaminya tanpa mesti menjadi pasif,” kata Rena.

Bergaul dengan orang yang memiliki banyak kesamaan dengan kita memang membuat nyaman, namun sikap asertif tak akan berkembang. Karena itu, berinteraksilah dengan banyak orang dengan berbagai karakter agar sikap asertif lebih terasah.

Siap untuk bahagia dan nyaman kan bunda? Selamat bergaul ya.. :)



Sumber:  http://www.ummi-online.com
                http://running2heal.wordpress.com

Sabtu, 06 Juli 2013

Pekerjaan Ok, Anak Bahagia



Ibu bekerja, diluar pekerjaan domestik tentu saja, merupakan hal lumrah saat ini. Entah karena tuntutan ekonomi, atau sekedar tuntutan eksistensi diri. Ada yang bekerja diluar rumah, ada juga yang menjadi pelaku usaha di rumah.

Lalu bagaimana dengan anak-anak jika Ibu bekerja?

 Modal dasar bagi orangtua dalam mengasuh anak-anaknya adalah kemampuan memahami karakter dan temperamen mereka. Ada anak yang tenang, ada yang suka tantangan, dan sebagainya. “Ketika ibu sudah memiliki ‘modal’ tadi, lalu ibu tetap memerhatikan dan memenuhi kebutuhan kasih sayang sayang anak hingga anak percaya ibunya tetap sayang kepadanya, keputusan untuk ibu bekerja tidak akan bermasalah,” ujar Fajriati M. Badrudin, psikolog pada Bunga Matahari Islamic Pre-School, yang berlokasi di Doha, Qatar.

Namun begitu, tetap saja anak-anak harus diberi pemahaman tentang ketiadaan ibu di rumah untuk pergi bekerja. Apalagi ketika mereka melihat ibu dari teman-temannya selalu ada di rumah menemani dan melayani mereka. Fajriati memaparkan bahwa untuk anak-anak balita, orangtua belum bisa memberikan pemahaman secara abstrak karena tahapan pemikiran mereka masih dalam tataran konkret. Seiring pertambahan usia, barulah abstraksi mereka semakin bagus dan bisa diajak berdiskusi.

 Pada tahap awal perkembangan anak, kata Fajriati, interaksi terbaik adalah dengan sentuhan langsung. “Misalnya ketika ibu sedang ada di rumah, segala keperluan anak sebaiknya ditangani ibu, jangan diserahkan kepada asisten rumah tangga lagi,” kata lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

 Sepulang bekerja, ibu sebaiknya langsung memberi waktu untuk anak. Jangan menundanya karena anak sedang dalam kondisi terbaik setelah menunggu ibu pulang bekerja. Paling tidak berikan waktu 15 menit untuk melayani kebutuhan anak, apakah mereka ingin bermain bersama atau sekadar ingin berbagi cerita tentang aktivitasnya. Selelah apa pun ibu, jangan menolak anak di saat-saat seperti ini. Barulah ketika anak sudah merasa didengarkan dan diperhatikan, ibu bisa minta waktu pada anak untuk mandi dan beristirahat sebentar untuk kemudian menemani mereka lagi.

 Mengenalkan anak pada pekerjaan ibu juga bisa dilakukan untuk memberi mereka pemahaman. Sesekali mereka bisa diajak ke tempat kerja, tentu dengan seizin atasan. Atau ajak mereka ke tempat kerja saat cuti untuk mengenalkan situasi kantor. Kalau pekerjaan dilakukan dirumah, tentu lebih gampang lagi menjelaskannya.“Dengan demikian mereka akan paham bahwa ibunya keluar rumah untuk bekerja, bukan untuk main-main. Sambil jelaskan kepada mereka bahwa kita mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti membeli makanan, membayar sekolah dan sebagainya,” terang Kepala Sekolah Daar al-Arqam Indonesian Stream al-Khor, Qatar ini.

Dukungan dan kontribusi suami juga mutlak diperlukan. Penerapan pola asuh anak pun haruslah hasil kesepakatan suami dan istri karena pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama. Ketika istri bekerja—yang sudah pasti melalui restu suami—suami pun harus berperan. Misalnya, bila tak ada pengasuh, suami sebaiknya turun tangan membantu istri, entah menjaga anak, ikut membantu pekerjaan rumah tangga, atau yang lainnya. Ketika anak-anak melihat kerja sama antara ayah dan ibunya, sesungguhnya ini merupakan pelajaran  berharga untuk masa depan mereka juga.




Sumber: http://www.ummi-online.com
              http://www.womenscircle.com



Kamis, 04 Juli 2013

Merespon Tangisan Bayi


Cara bayi berusia 3-4 bulan berkomunikasi adalah melalui tangisan. Apapun kebutuhan atau keluhanya, si bayi hanya bisa menangis guna menarik perhatian sekaligus mengomunikasikan kebutuhannya tersebut. Dari tangisan inilah orangtua atau orang lain di sekitar si bayi akan mengetahui apa yang diinginkan bayi. Umumnya makin keras suara tangisan, makin kuat atau mendesak pula kebutuhannya. Pada semua kondisi yang membutuhkan bantuan orang di sekitarnya, si bayi akan menangis, dari kondisi sakit sampai kekenyangan.

Bagaimana cara merespon tangisan bayi dengan tepat?
Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, psikolog anak dan remaja di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia,  mengungkapkan satu metode yang dikenal sebagai metode SLOW (Slow, Listen, Observe, Whats up). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut;

 Slow. Saat bayi menangis, jangan langsung menggendongnya atau langsung memberikan ASI, karena bisa jadi bukan itu yang diperlukannya. Jadi perhatikan dulu apa yang sesungguhnya dibutuhkan bayi. Perlahan dan tenang saja. Selain memerhatikan, ibu juga bisa mengajak bayi bicara dan menanyakan apa yang diinginkannya. “Meski belum bisa bicara, bayi bisa mendengar perkataan kita ,” imbuh ibu satu putra ini.
 
Listen. Lalu dengarkan tangisan seperti apa yang disuarakan si bayi, apakah tangis karena haus dan lapar, karena lelah, kedinginan dan sebagainya.

Observe. Teliti lagi apa yang menyebabkannya menangis. “Tak ada bayi yang menangis tanpa sebab. Pasti ada sebabnya,” kata Vera. Kita bisa tahu penyebabnya dari tangisannya atau dengan memeriksa keadaan si bayi, dari kondisi tubuh dan keadaan sekelilingnya.

Whats up. Setelah tahu penyebabnya, barulah ibu dapat melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan si bayi. 

Biasanya pada tiga bulan pertama, bayi menangis semata karena kebutuhan fisik saja. Sementara kebutuhan psikologi―misalnya kebutuhan ingin lebih diperhatikan―baru bisa diungkapkan si bayi setelah berusia 3 bulan ke atas. Baik kebutuhan fisik maupun psikologi tentu saja harus bisa dipenuhi orangtua atau orang-orang di sekeliling bayi dengan sebaik-baiknya.

Ada mitos yang berkembang di masyarakat, kalau bayi menangis sebaiknya dibiarkan saja supaya tidak manja dan agar fisiknya kuat. Itu tidak benar. Menurut Vera, jangan membiarkan bayi menangis terlalu lama tanpa usaha orangtua untuk mengetahui penyebabnya. Tentu saja jangan langsung menggendong setiap kali bayi menangis. Namun berikanlah respons positif untuk setiap tangisannya, misalnya dengan menyentuh atau mengajaknya bicara. “Di sinilah akan terbentuk trust (kepercayaan – red) bayi pada orang-orang di sekitarnya yang menjadi dasar perkembangan selanjutnya. Dengan diberi respons bayi akan merasa nyaman, dimengerti, disayang dan diinginkan kehadirannya di dunia ini.”

Bila bayi menangis dibiarkan terus tanpa direspons positif, bisa jadi kelak anak akan tumbuh menjadi anak yang rendah diri karena ia merasa kurang diperhatikan. Lagipula, bayi hanya menangis bila benar-benar membutuhkan sesuatu, baik kebutuhan fisik maupun psikologis. Sebab, sebagai makhluk paling murni bayi tak mungkin berpura-pura dan memanipulasi tangisannya.



Sumber:  http://www.ummi-online.com

Mengapa Anak Jadi Pemarah?

Merupakan hal yang wajar jika anak-anak pada usia tertentu, biasanya 2-5 tahun, sering marah-marah. Ekspresi kemarahan mereka bermacam-macam. Ada yang berguling-guling di lantai, berteriak-teriak, bahkan melempar benda-benda yang ada di sekitarnya.


Apakah yang menyebabkan si kecil kita sering marah- marah?

Menurut psikolog Devi Ayuttya Wardhani,  M.Psi, dari Optima Psychology, anak-anak usia 2-5 tahun perkembangan bahasanya masih terbatas, sehingga ketika ia merasa tidak nyaman ketika mainannya direbut kakaknya misalnya, maka ia akan mengekspresikan emosinya dengan membentak, berguling-guling atau menangis supaya orang disekitarnya tahu kalau ia sedang marah.

Jika si kecil menarik diri atau diam saja ketika dia diganggu, tak bisa menunjukkan kemarahannya, maka ini harus dicari penyebabnya. Mengeluarkan rasa marah menunjukkan bahwa si kecil sehat emosinya. Karena normalnya, anak kecil adalah makhluk yang paling jujur dan spontan.

Faktor orangtua dapat menentukan sang anak pemarah atau bukan. Karena anak dapat mewarisi sifat temperamental, gampang tersinggung,dan gampang marah kedua orangtuanya. Apakah itu ayah atau ibunya.
 
Faktor lingkungan juga tak kalah besarnya mempengaruhi anak. Sering melihat ayah dan ibunya dengan emosi yang meledak-ledak ditambah pengasuh lain yang marah-marah dengan mengeluarkan kata-kata kasar atau tontonan televisi beradegan kekerasan, membuat mereka bisa saja marah sambil melempar barang, menendang, memukul dan sebagainya.

Pola asuh yang salah seperti mengikuti apa saja keinginan anak ketika dia marah-marah atau menangis. Sehingga dia merasa selalu mendapatkan keinginannya jika sudah marah-marah atau menangis. Biasanya hal ini terjadi di tempat umum seperti pusat perbelanjaan. Ayah atau Bunda tak kuasa menolak permintaan anak untuk dibelikan sesuatu jika anak sampai berguling-guling di lantai.

Ada juga anak yang biasanya penurut menjadi sering marah-marah saat punya adik baru. Hal ini bisa saja terjadi karena sebenarnya ia sedang cemburu pada adik baru. Untuk ini Mama dan Papa harus bisa menunjukkan perhatian yang sama terhadap semua anak-anaknya.

Lalu bagaimanakah menangani anak yang pemarah?

Mama dan Papa harus memberikan contoh bagaimana menyalurkan rasa marah dengan positif. Kalau mau anak berubah, tak pemarah lagi, harus diberikan lingkungan yang positif sehingga menjadi model prilaku yan bagus buat mereka.

Menahan diri untuk tak ikut-ikutan marah saat si kecil marah. Tenangkan diri dulu sebelum bicara dengan anak yang sedang marah. Ayah dan Bunda bisa berwudhu dulu sementara sang buah hati mengeluarkan amarahnya.

Bukan perkara gampang menghadapi anak yang gampang dan sering marah. Butuh kesabaran dan konsistensi. Semangat ya Bunda!!... :)




Sumber: http://ummi-online.com
             http://mychildguide.com