Show me a family of readers, and I will show you the people who move the world. ~Napoleon Bonaparte
Selasa, 24 September 2013
Sekolah, untuk Pamer atau Belajar?
Sekolah buat pamer? Pamer apaan ya?
Ada dua pilihan untuk Anda:
1. Sekolah, pelajari materi dengan rajin, dan mendapat nilai D.
2. Sekolah, pelajari materi asal-asalan, dan mendapat nilai A.
Hayo!, pilih yang mana?.. :) Kebanyakan dari kita pasti milih yang no.2, tul ga? Jarang deh kayaknya yang milih no. 1. Kok bisa ya? Pertanda apakah ini?.
Artinya, kita sekolah, tujuan utamanya adalah nilai bagus! Bukan ilmunya. Ilmu sih, bisa didapat dari mana saja, dan ga harus dari guru disekolah. Dan betapa banyaknya orang tua yang bangga jika anaknya masuk ranking di sekolah. Karena itu berarti, nilai rata-rata anaknya lebih tinggi dibandingkan nilai teman sekelasnya. Nah, soal 'nilai' lagi bukan?
Orang tua berlomba-lomba mendorong anaknya untuk dapat sekolah di sekolah favorit, mendapat nilai paling tinggi, masuk kelas unggulan, memenangkan penghargaan yang ukurannya tentu saja akademik lagi. Bahkan saking terobsesinya dengan rangking, sampai lupa, sebenarnya apa saja sih yang sudah mereka pelajari di sekolah. Apa semuanya sudah diaplikasikan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Lalu bagaimana dengan anak yang prestasi akademiknya biasa-biasa saja, bahkan mungkin di bawah rata-rata. Apa mereka tetap bisa menjadi orang sukses dalam hidupnya?
Tak jarang, tuntutan untuk mendapat skor tinggi dalam setiap mata pelajaran membuat anak stres duluan sebelum belajar. Sehingga tak dapat memahami pelajaran dengan baik. Jika anak merasa tak terbebani dengan angka-angka penunjuk keberhasilannya dalam suatu subjek, dia akan bisa lebih baik dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan. Belajar yang betul-betul belajar untuk kehidupannya, bukan untuk angka 10, 8, skor A atau D.
Jika sekolah adalah tempat untuk belajar, bukan tempat untuk mencari kebanggaan semata, tentu saja semua lulusannya, bisa menjadi orang sukses di bidangnya masing-masing. Karena setiap individu memiliki minat, bakat, dan kemampuan yang berbeda satu sama lainnya. Tugas orang tua dan guru, untuk menemukan dan mengembangkan potensi anak, tanpa menekan mereka untuk menjadi seseorang yang mengalami kontroversi hati seperti kata si Vicky.
Sumber: psychologytoday, portal.cbn, parenting
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar